Makalah
Pendidikan
Kewarganegaraan
Haruskah
Presiden Indonesia seorang Pribumi dan Muslim?
Disusun
Oleh :
1. Elfayunisa
Dwi A. (1501050009)
2. Dewi
Rohmawati (1501050010)
3. Mauliza
Vian Utami (1501050011)
4. Teta
Fitria (1501050012)
Kelas IV A
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur
penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas berkat rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Haruskah Presiden Indonesia seorang Pribumi
dan Muslim?”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang
diberikan dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.
Dalam penulisan
makalah ini, penulis merasa memiliki banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang penulis miliki. Untuk
itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan
makalah ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada pihak- pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya
kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas ini.
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Saat ini banyak warga Indonesia yang
tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia namun memiliki latar
belakang sebagai keturunan warga Negara asing, seperti warga Negara Indonesia
yang berketurunan Cina atau Tionghoa misalnya, banyak dari mereka yang ingin
mencalonkan diri sebagai pemimpin Indonesia. Fenomena tersebut akhir-akhir ini
banyak diperbincangkan oleh warga Negara Indonesia sendiri. Lalu, timbul
pertanyaan seperti, “Apakah seorang pemimpin Negara Indonesia adalah mereka
yang harus berasal dari keturunan Indonesia dan tidak boleh mereka yang
memiliki latar belakang keturunan asing?” Sebagai contoh, Orang Cina yang
tinggal di Indonesia ingin mencalonkan diri sebagai Presiden Republik
Indonesia, namun karena terdapat permasalahan dengan kewarganegaraannya, maka
orang tersebut tidak dapat mencalonkan diri sebagai Presiden RI. Bagaimana pendapat
anda akan hal tersebut?
Disisi lain, terdapat permasalahan yang masih
berotientasi pada pemimpin Negara Indonesia, seperti masalah yang diawali
dengan pertanyaan “Apakah pemimpin negara Indonesia harus mereka yang beragama
Islam?” pertanyaan tersebut timbul karena seperti yang kita ketahui, bahwa
sebagian penduduk Indonesia adalah kaum muslim. Hal tersebut juga banyak
diperbincangkan dengan alasan adanya kandungan isi Al-Quran yang mengatakan
bahwa kaum muslim harus dipimpin oleh seorang muslim. Bagaimana pendapat anda
akan kedua permasalahan yang sedang hangat diperbincangkan itu?
Undang-undang Dasar 1945 telah memiliki
jawaban untuk mengatasi permasalahan tersebut, meskipun telah terjadi perubahan
pada beberapa pasal yang menjelaskan syarat menjadi seorang pemimpin di
Indonesia. Perubahan terjadi juga pada sila pertama Pancasila yang terdapat
pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Pada Piagam Jakarta yang pertama
disebutkan sila pertama Pancasila adalah “Ketuhanan dengan berkewajiban
menjalankan syari’at islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Dengan adanya sila pertama
yang menyebut “Islam” menjadi pertentangan bagi warga negara Indonesia yang
nonmuslim. Sedangkan, penduduk Indonesia terdiri dari berbagai suku, ras serta
agama, maka terjadi perubahan pada butir sila pertama dari Piagam Jakarta yang
kemudian diubah menjadi seperti butir Pancasila saat ini yaitu “Ketuhanan Yang
Maha Esa.”
2. Rumusan Masalah
1.
Apakah seorang pemimpin
Indonesia boleh berasal dari keturunan asing? Adakah landasan yang
memperbolehkan pemimpin Indonesia berasal dari keturunan asing?
2.
Apakah pemimpin di
Indonesia harus beragama Islam? Adakah peraturan yang mengatur hal tersebut?
KAJIAN PUSTAKA
A. Hakikat Negara
Kata “politik” secara etimologis berasal
dari bahasa Yunani Politeia, yang
berasal dari kata polis dan teia. Polis berarti kesatuan masyarakat
yang berdiri sendiri, teia berarti
urusan. Dalam bahasa Indonesia, politik mempunyai makna umum warga Negara suatu
Negara. Politik secara umum menyangkut proses penentuan tujuan Negara dan cara melaksanakannya.
Dengan demikian politik membicarakan hal-hal yang berkenaan dengan Negara,
kekuasaan, pengambilan keputusn, kebijakan, dan distribusi sumber daya.
1.
Pengertian
Negara
a)
Secara etimologi, kata
Negara berasal dari kata staat
(Belanda dan Jerman), state (Inggris),
etat (Perancis), Status atau statuum (Latin)
yang mempunyai arti “meletakan dalam keadaan berdiri.”
b)
Menurut pendapat para ahli
(1)
Tukiran (dalam George Jellinek,
2015: 88) Negara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah
berkediaman di wilayah tertentu.
(2)
Tukiran (dalam R.
Djokosoetono, 2015:88) Negara adalah organisasi manusia yang berada di
bawahsuatupemerintahan yang sama (Maka dapat disimpulkan, Negara adalah suatu organisasi
dari sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang secara bersama-sama mendiami
suatu wilayah tertentu dan mengakui adanya suatu perintah yang harus dipatuhi.
2.
Sifat-sifat
Negara
Negara Indonesia memiliki 3 sifat yaitu
sifat memaksa, sifat monopoli, dan sifat mencakup semua. Sifat memaksa artinya semua
peraturan perundangan diharapkan akan ditaati sehingga keamanan dan ketertiban suatu
Negara akan tercapai. Sifat monopoli artinya Negara berhak menentukan tujuan bersama
masyarakat, menentukan yang baik dan bertentangan dengan tujuan Negara dan masyarakat.
Sifat mencakup semua artinya semua peraturan perundangan yang berlaku adalah untuk
semua orang, semua warga Negara, tanpa kecuali.
3.
Unsur-unsur
Pembentuk Negara
Suatu Negara harus memiliki empat unsur.
Unsur pertama yaitu rakyat, rakyat adalah semua orang yang secara nyata berada
di suatu wilayah di suatu negara yang tunduk dan patuh terhadap peraturan
Negara tersebut. Rakyat suatu Negara dapat dibedakan atas penduduk dan bukan penduduk. Penduduk adalah orang-orang yang berdomisili secara
tetap dalam wilayah suatu Negara untuk jangka waktu yang lama. Bukan penduduk adalah
mereka yang berada dalam wilayah suatu Negara tidak untuk menetap, tetapi hanya
untuk sementara waktu. Unsur keduaya itu wilayah, wilayah suatu Negara biasanya
terdiri atas wilayah daratan, lautan, udara, eksteritorial. Wilayah daratan biasanya
ditentukan melalui perjanjian antar Negara baik secara bilateral maupun multirateral.
Wilayah lautan berdasarkan Konvensi Hukum Laut III terdiri atas laut teritorial,
zona bersebelahan, zona ekonomi eksklusif, landas kontinen, dan landas benua.
Wilayah udara di Indonesia diatur dalam UU No. 20 tahun 1982, berdasarkan UU
tersebut batas wilayah kedaulatan dirgantara yang termasuk Orbit Geostasioner adalah
setinggi 35.761 km. Tetapi klaim seperti
ini bertentangan dengan 3 teori, teori yang pertama yaitu teori keamanan yang
menyatakan batas wilayah udara suatu Negara hanyas ampai batas yang diperlukan untuk
menjaga keamanan Negara itu, teori yang kedua adalah teori penguasaan cooper
yang menyatakan bahwa kedaulatan Negara ditentukan oleh kemampuan negara yang
bersangkutan untuk mengawasi wilayah udara yang ada diatas wilayahnya secara fisik
maupun ilmiah, teori yang ketiga adalah teori udara schacter yang menyatakan bahwa
wilayah udara harus sampai ketinggian dimana udara masih mampu menerbangkan balon
udara dan pesawat udara. Wilayah eksterritorial adalah wilayah suatu negara
yang berada di luar wilayah Negara itu. Unsur yang ketiga adalah pemerintah
yang berdaulat, pemerintah yang berdaulat mengandung dua makna yaitu berdaulat kedalam
yang artinya memiliki kewenangan dalam mengatur organisasi Negara sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku, dan makna kedua yaitu berdaulat keluar artinya
pemerintah berkuasa penuh, bebas, tidak terikat, dan tidak tunduk pada kekuatan
lain. Unsur yang keempat adalah pengakuan dari negara lain, pengakuan dari negara
lain terbagi menjadi dua yaitu pengakuan de
facto, dan pengakuan de jure. Pengakuan
de factoa dalah pengakuan yang
berdasarkan tentang kenyataan yang ada atau fakta nyata tentang berdirinya suatu
negara. Pengakuan de jure adalah pengakuan
berdasarkan pernyataan resmi menurut hokum internasional.
4.
Asal
Mula Terjadinya Negara
Sejarah terbentuknya negara dimulai dari
asal usul dan juga berbagai teori-teori terbentuknya negara dari berbagai
pendapat ahli. Setiap negara mengalami pengalaman yang berbeda dari terjadinya
hingga diakui oleh negara lain. Ada beberapa cara untuk mengetahui asal mula
terjadinya suatu negara yang terbagi menjadi tiga. Pertama, Asal mula
terjadinya negara yang secara faktual adalah cara
mengetahui asal mula terjadinya negara berdasarkan dari fakta nyata yang
diketahui menurut sejarah lahirnya suatu negara. Dalam terjadinya suatu negara
digolongkan dalam berbagai istilah antara lain Occupatie (pendudukan) adalah
suatu daerah atau wilayah yang tidak bertuan dan belum dikuasai oleh suku atau
kelompok tertentu. Contohnya liberia diduduki oleh
budak-budak Negro dan dimerdekakan pada tahun 1947. Cessie (penyerahan) adalah
suatu wilayah diserahkan pada negara lain berdasarkan atas suatu perjanjian
tertentu. Contohnya Wilayah Sleeswijk diserahkan oleh Austria pada Prusia
(jerman) karena adanya perjanjian atas negara yang kala dalam perang harus
memberikan negara yang dikuasainya pada negara yang menang. Austria adalah
salah satu negara yang kalah dalam Perang Dunia I. Accesie (penaikan) adalah suatu wilayah
akibat penaikan lumpur sungai atau timbul dari dasar laut(delta), wilayah yang
dihuni oleh sekelompok orang sehingga terbentuklah sebuah negara. Contohnya
pada wilayah negara Mesi yang terbentuk dari del Sungai Nil. Fusi (peleburan),
beberapa negara mengadakan peleburan dan membentuk satu negara baru. Contohnya
pada bersatunya Jerman Barat dan Jerman Timur pada tahun 1990. Proklamasi
adalah penduduk pribumi dari suatu wilayah yang diduduki oleh bangsa lain
dengan mengadakan suatu perjuangan(perlawanan) sehingga berhasil dalam merebut
wilayahnya kembali dan menyatakan kemerdekaanya. Kemerdekaan Negara RI pada 17
Agustus 1945 dari penjajahan Jepang dinyatakan dengan proklamasi. Innovatioan
(pembentukan baru) adalah munculnya suatu negara baru diatas wilayah suatu
negara yang pecah dan lenyap karena atas suatu hal. Contohnya pada lenyapnya
negara Uni Soviet. Di wilayah negara tersebut muncul suatu negara baru misalnya
Chechnya, Uzbekistan, dan Rusia. Anexatie (pencaplokan/penguasaan) adalah
suatu negara dapat berdiri di suatu wilayah yang dikuasai (dicaplok) oleh
bangsa lain tanpa reaksi berarti. Negara Israel terbentuk dengan mencaplok
daerah Palestina, Mesir, Suriah dan Yordania.
Kedua, Asal mula terjadinya negara
secara teoritis adalah cara dalam mengetahui asal mula terjadinya negara menurut/berdasarkan
kajian teoritis yang dikenal dengan teori terbentuknya negara. Teori-Teori Terbentuknya Negara antara
lain seperti Teori
Ketuhanan, adalah teori yang didasarkan pada kepercayaan dari segala
sesuatu terjadi atas kehendak Tuhan. Negara dengan sendirinya juga terjadi atas
kehendak Tuhan. Teori ini mendapat dukungan dari tokoh Kranenburg, Thomas
Auinas, dan Agustinus. Teori
Kekuasaan, adalah teori terbentuk negara yang berdasar dalam dasar
kekuasaan dimana kekuasaan adalah ciptaan orang yag paling kuat dan berkuasa.
Teori mendapat dukungan dari Karl Marx, Leon Duguit, dan Harold J. Laski. Teori Perjanjian Masyarakat (Kontrak Sosial),
adalah teori yang didasarkan karena adanya perjanjian masyarakat. Semua negara
mengikat diri dalam suatu perjanjian bersama untuk mendirikan suatu organisasi
yang bisa melindungi dan menjamin kelangsungan hidup bersama. Teori ini juga
didukung oleh Monstequieu, Thomas Hobbes, John Locke, J.J.Rousseau. Teori Hukum Alam, adalah teori yang
didasarkan pada hukum alam bukan buatan negara, melainkan kekuasaan alam yang
berlaku dalam setiap waktu dan tempat, serta bersifat universal dan tidak
berubah.
Ketiga, Asal
Mula Terjadinya Negara Berdasarkan Proses Pertumbuhan adalah cara
dalam mengetahui tahap-tahap perkembangan negara, mulai dari asal mula
terjadinya, proses pertumbuhannya, hingga mencapai bentuk yang kita kenal
sekarang. Berdasarkan cara ini, asal mula terjadinya negara dapat dibedakan
dalam dua proses antara lain Secara
primer adalah terjadinya negara dimulai dari masyarakat hukum yang
paling sederhana yang kemudian berevolusi ke tingkat yang lebih maju
Tahap-tahap pertumbuhannya meliputi tumbuhnya suku/persekutuan masyarakat,
munculnya kerajaan, negara nasional dan negara demokrasi. Secara sekunder
adalah terjadi dimana telah ada sebelumnya namun karena adanya revolusi,
intervensi, dan penaklukan, timbullah negara yang menggantikan negara yang
telah ada tersebut. Karena revolusi di Uni Soviet. Cheechnya, dan Uzbekistan
menjadi sebuah negara yang merdeka. Indonesia merdeka dari Jepang setelah
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
5.
Tujuan
dan Fungsi Negara
Dalam
tujuan negara, terdapat beberapa teori tentang tujuan negara yaitu terbagi
menjadi Teori Kekuasaan, Teori Perdamaian dunia dan Teori Jaminan Hak dan Kebebasan.
Teori Kekuasaan, tujuan negara menurut Shang Yang adalah memperoleh kekuasaan
yang sebesar-besarnya dengan cara menjadikan rakyatnya miskin, lemah, dan
bodoh. Sementara Machiavelli mengatakan bahwa tujuan negara adalah kekuasaan
yang digunakan untuk mencapai kebesaran dan kehormatan negara. Untuk mencapai
tujuan tersebut seorang pemimpin dibenarkan bertindak kejam dan licik.
Teori
Perdamaian Dunia, tujuan negara menurut Dante
Allegieri adalah untuk menciptakan perdamaian dunia, yang dapat dicapai
apabila seluruh negara berada dalam satu kerajaan dunia (imperium) dengan
undang-undang yang seragam bagi semua negara.
Teori
Jaminan Hak dan Kebebasan, tujuan negara menurut Immanuel Kant dan Kranenburg.
Keduanya menganjurkan agar hak dan kebebasan warga negara terjamin, di dalam
negara harus dibentuk peraturan atau undang-undang. Keduanya memiliki
perbedaan, dimana menurut Immanuel Kant perlunya dibentuk negara hukum klasik
(negara sebagai penjaga malam), sedangkan Kranenberg menghendaki dibentuknya negara
hukum modern (welfare state). Selanjutnya, Tujuan negara menurut John Locke
adalah untuk memelihara dan menjamin terlaksananya hak-hak asasi manusia.yang
tertuang dalam perjanjian masyarakat. tiap-tiap manusia menyerahkan hak-hak
alamiahnya pada masyarakat, tetapi tidak semua, hanya yang tidak diserahkan
adalah hak-hak asasi tersebut.
Secara
umum fungsi negara adalah melaksanakan penertiban, mengusahakan kesejahteraan,
pertahanan, menegakkan keadilan. Sedangkan berdasarkan para ahli seperti :
a. Menurut
G.A. Jacobsen dan M.H.Lipman, ada 3 fungsi negara yaitu fungsi esensial yaitu
fungsi yang diperlukan demi kelanjutan negara, fungsi jasa yaitu aktivitas yang
mungkin tidak akan ada apabila tidak diselenggarakan oleh negara seperti
pemeliharaan fakir miskin, pembangunan jalan, jembatan dll. Fungsi perniagaan,
fungsi ini untuk memperoleh keuntungan, contohnya seperti fungsi jaminan
sosial, pencegahan pengangguranm penyelenggaran pos, telpon dll.
b. Selanjutnya
fungsi negara menurut R.M. Mac Iver dalam bukunya Modern State (1926) dan The
Web of Government (1947) yang memiliki fungsi yaitu memelihara ketertiban
dalam batas-batas wilayah negara dan konservasi (penyelamatan) dan
perkembangan.
c. Fungsi
negara menurut Van Vollenhoven, memiliki fungsi negara yang dikenal catur praja
yaitu fungsi meyelenggarakan pemerintahan (bestuur), fungsi mengadili
(rechtsprak), fungsi membuat peraturan (regeling), dan fungsi ketertiban dan
keamaan (Politie).
d. Fungsi
negara menurut John Locke dibagi menjadi 3 yaitu fungsi legislatif (membuat
undang-undang), Eksekutif (membuat peraturan dan mengadili), federatif
(mengurus urusan luar negeri, perang dan damai).
e. Fungsi
negara menurut Montesquieu, fungsi negara dibagi menjadi 3 yaitu fungsi
legislatif (membuat undang-undang), eksekutif (melaksanakan undang-undang), dan
yudikatif (mengawasi dan mengadili agar setiap peraturan ditaati).
B. Hakikat Konstitusi
Bagi suatu Negara modern, keberadaan
konstitusi mutlak diperlukan. Konstitusi bukan hanya diperlukan untuk membatasi
wewenang penguasa (limited government),
melainkan lebih dari itu yaitu untuk menjamin hak rakyat, mengatur jalannya
pemerintahan, mengatur organisasi Negara, merumuskan pelaksanaan kekuasaan yang
berdaulat. Jika suatu Negara tidak mempunyai konstitusi dapat dipastikan akan
terjadi penindasan terhadap hak-hak asas manusia (rakyat) seperti yang terjadi
di masa lampau. Oleh karena itu, sejarawan Inggirs yang bernama Lord Acton mengatakan : “Power tend to corrupt, but absolute power corrupt
absolutely” yang artinya bahwa kekuasaan itu cenderung disalahgunakan,
tetapi kekuasaan yang mutlak (tidak terbatas) pasti disalahgunakan. Untuk
mencegah terjadinya kekuasaan yang absolute, maka sangat diperlukan adanya
konstitusi.
1.
Pengertian
Konstitusi
Istilah
konstitusi secara etimologis berasal dari”constitution”(Inggris),
“constitutie” (Belanda), “konstitution” (Jerman) yang berarti
undang-undang dasar atau hukum dasar. Sedangkan menurut orang Belanda dan
Jerman menggunakan Grondwet(Grond= dasar, wet = undang-undang) dan Grundgesetz
(Grund= dasar, gesetz= undang-undang). Dalam perkembangannya, istilah
konstitusi mempunyai dua arti yaitu dalam arti luas, yang berarti keseluruhan dari ketentuan dasar atau hukum
dasar (droit constitunelle). Seperti
halnya hukum dasar pada umumnya, hukum dasar juga tidak selalu berbentuk
dokumen tertulis. Konstitusi dalam arti sempit(terbatas) berarti piagam dasar
atau undang-undang dasar(loi
constitunelle), yaitu suatu dokumen lengkap mengenai peraturan-peraturan
dasar negara.
Menurut
L.J Van Apeldorn, pada dasarnya pengertian konstitusi berbeda dengan UUD.
Undang-Undang dasar hanyalah bagian tertulis dari konstitusi, sedangkan
konstitusi memuat baik hukum dasar yang tertulis maupun tidak tertulis. Menurut
Herman Heller, konstitusi mempunyai arti luas daripada UUD. Konstitusi tidak
hanya bersifat yuridis tetapi juga sosiologis dan politis.
Menurut
K.C. Wheare, konstitusi dibagi dua yaitu: (1) konstitusi yang semata-mata
berbicara sebagai naskah hukum, suatu ketentuan yang mengatur”The rule of the constitution”; (2)
konstitusi yang bukan hanya mengatur ketentuan-ketentuan hukum, tetapi juga
mencantumkan ideologi, aspirasi, dan cita-cita politik,”the statement of idea”, pengakuan kepercayaan, suatu beloofsbelijdenis dari bangsa yang
menciptakannya.
2.
Macam-macam
Konstitusi
Menurut
K.C Wheare, penggolongan konstitusi fleksibel dan kaku didasarkan sifat atau
pada cara mengubah konstitusi tersebut. Konstitusi fleksibel adalah konstitusi
yang dapat diubah melalui proses yang sama dengan undang-undang. Konstitusi
yang luwes memiliki argumentasi yang cukup kuat”Bahwa untuk dapat bertahan
lama, konstitusi itu tidak boleh berlaku keras, kaku, dan rigid. Segala sesuatu
yang ada di dunia senantiasa berubah”, tidak ada yang tidak berubah
selama-lamanya.
Konstitusi
rigid(tegas/kaku) adalah Konstitusi yang perubahannya dilakukan melalui
cara-cara atau proses khusus. Dalam hal ini, konstitusi atau undang-undang
dasar sulit diubah karena sudah seharusnya konstitusin itu tegas, keras, dan
tahan untuk selama-lamanya atau setidaknya untuk kurun waktu yang cukup lama.
Sedangkan
menurut C.F Strong, konstitusi terbagi menjadi dua yaitu konstitusi tertulis
dan tidak tertulis serta konstitusi yang dituangkan dalam suatu dokumen
tertentu dan yang tidak didokumentasikan. Misalnya Kerajaan Inggris sebagai
negara yang memiliki konstitusi tidak tertulis dan tak terdokumentasikan, namun
kerajaan Inggrispun mempunyai bagvian konstitusi yang tertulism di antaranya Magna Charta(1215), Confirmation of the
Carter(1297), The Habeas Corpis Act(1640); Bill of Rights(1689) dan seterusnya.
Dengan
demikian penggolongan konstitusi tertulis dan tidak tertulis sudah tidak dapat
dipertahankan lagi. Penggolongan yang lebih tepat adalah konstitusi yang
didokumentasikan adalah konstitusi yang dituangkan dalam suatu dokumen
tertentu, seperti yang pernah dilakukan para perumus konstitusi di AS dan
negara-negara lain. Sedangkan konstitusi tak terdokumentasi adalah suatu
konstitusi yang tidak diterangkan dalam suatu dokumen tertentu, seperti
konstitusi yang terdapat di Kerajaan Inggris.
3.
Hubungan
Falsafah Negara dengan Konstitusi
Ada beberapa hubungan Falsafah Negara
dengan Konstitusi, yang pertama adalah Dasar Filsafat Konstitusi, biasanya
bagian awal konstitusi dikemukakan dasar filsafatnya sebuah negara. Hal ini
merupakan konsideran bagi pembentukan konstitusi. Dasar negara juga dikeluarkan
dalam bentuk deklarasi (pernyataan) tersendiri yang mendahului konstitusi itu.
Disamping itu dasar negara juga dapat secara implisit terdapat dalam pembukaan
atau mukadimah konstitusi. Dasar-dasar filsafat negara terdapat dalam
mukaddimah (pembukaan) UUD 1945 pada alinea keempat, yang pada intinya terdiri
atas lima unsur yang lazim yang disebut Pancasila. Bagian inilah yang
menggambarkan hubungan antara dasar negara Pancasila dan UUD 1945, karena
keduanya suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan sudah melekat pada
kelangsungan hidup Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.
Yang kedua adalah Isi Konstitusi,
konstitusi ada kalanya dikeluarkan dalam bentuk deklarasi tersendiri yang
mendahului konstitusi tersebut atau dapat pula merupakan kesimpulan dalam suatu
mukaddimah atau pembukaan(prembule)
konstitusi. Misalnya Konstitusi Amerika Serikat tahun 1787 yang didahului oleh
“Declaration of Independence”,
Konstitusi Perancis tahun 1791 yang didahului oleh “Declaration des Droits de’l Homme et du Citoyen”(pernyataan hak-hak
manusia dan wrga negara tanggal 26 agustus 1789) yang memuat 17 pasal.
Hubungan
yang ketiga adalah diktum konstitusi, di dalam diktum konstitusi tepatnya dalam
pasal pertama berisi tentang informasi tentang Negara seperti identitas Negara,
daerah, bangsa, bahasa, lagu kebangsaan,
dan lambang Negara, sifat Negara, bentuk Negara, dan masih banyak
lagi. Dan pada bagian akhir konstitusi
biasanya berisi bagaimana cara atau prosedur mengubah konstitusi tersebut.
Secara keseluruhan, diktum konstitusi yang terpenting adalah bagaimana
perimbangan kedudukan antara yang memerintah dan yang di perintah.
Hubungan
yang keempat adalah cara mengubah konstitusi, di Indonesia prosedur perubahan
konstitusi diatur dalam pasal 37 UUD 1945 dan Ketetapan MPR No.1/MPR/1983.
Tetapi saat ini pasal 37 UUD 1945 sudah mengalami perubahan, yang pada awalnya
hanya berisi dua ayat yaitu (1) untuk mengubah UUD sekurang- kurangnya 2/3 dari
pada jumlah anggota MPR harus hadir; dan (2) putusan diambil dengan persetujuan
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir. Namun, sekarang pasal 37
UUD 1945 berisi 5 ayat yaitu :
(1) Usul perubahan pasal- pasal
Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam siding Majelis Permu-syawaratan
Rakyat apabila diajukan oleh sekurang- kurangnya 1/3 dari jumlah anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat,
(2) Setiap usul perubahan pasal-
pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan
jelas bagian yang diusulkan untuk diubah
beserta alasannya,
(3) Untuk mengubah pasal- pasal Undang- Undang Dasar, Sidang
Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang- kurangnya 2/3 dari jumlah
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat,
(4)
Putusan untuk mengubah pasal- pasal
Undang- Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang- kurangnya lima
puluh persen ditambah satu anggota dari
seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat; dan
(5)
Khusus mengenai bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.
Poin yang terakhir adalah
perbandingan konstitusi antar negara, jika kita membandingkan konstitusi
Indonesia dengan Negara seperti konsitusi liberal maka akan ada beberapa
perbedaan dan persamaannya. Perbedaan
konstitusi NKRI dengan liberal yaitu konstitusi NKRI menerapkan system
pembagian kekuasaan, kekuasaan eksekutif dipegang seorang presiden dibantu satu
wakil preseiden dan para menteri, kekuasaan legislatif dipegang oleh DPR dan
presiden, kekuasaan yudikatif dipegangoleh MK dan MA, UUD telah diamandemen
sebanyak 4 kali, sedangkan konstitusi liberal menerapkan system pemisahan
kekuasaan, kekuasaan eksekutif dipegang
seorang presiden selama masa jabatan 4 tahun, kekuasaan legislatif dipegang oleh Kongres
House of Refresentative dan Senat,
kekuasaan yudikatif dipegang oleh MA, telah diamandemen sebanyak 24
kali. Sedangkan, persamaan dari kedua
konstitusi ini yaitu mempunyai kepala Negara seorang presiden, dan menggunakan system pemerintahan
presidensial.
C. Undang-Undang Dasar 1945 dan Amandemen
Menurut
Sri Soemarti, amandemen UUD tidak hanya mengandung arti menambah, mengurangi,
atau mengubah kata-kata dan istilah maupun kalimat dalam UUD, juga membuat isi
UUD menjadi lain melalui penafsiran. Semesntara itu Bagir Manam amandemen UUD
itu dengan cara menambah, merinci, dan menyusun ketentuan yang lebih tugas.
Dengan demikian amandemen UUD mengandung arti menambah, mengurangi, mengubah
baik redaksi maupun isinya, baik sebagian ataupun seluruhnya.
UUD
1945 telah mengalami empat kali perubahan yaitu perubahan pertama pada SU MPR
tanggal 12-19 Oktober 1999. Perubahan kedua pada Sidang Tahunan MPR yang
ditetapkan tanggal 18 Agustus 2000. Perubahan ketiga dilakukan pada ST-MPR
tanggal 9 November 2001, sedangkan perubahan keempat dilaksanakan pada ST-MPR
tanggal10 Agustus 2002. Tentu saja dengan hasil amandemen tersebut terjadilan
perubahan baik dari segi redaksi, kontennya, maupun maknanya. Perubahan itu
juga berupa ada pengurangan, ada penghapusan, ada penambahan, dan ada yang
baru.
PEMBAHASAN
1.
Landasan yang Memperbolehkan Pemimpin Indonesia berasal
dari keturunan Asing
Warga Negara adalah penduduk sebuah Negara atau bangsa berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan sebagainya, yang
mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai warga Negara itu.
Memiliki domisili atau tempat tinggal tetap di suatu wilayah negara, yang dapat dibedakan menjadi warga Negara asli dan warga Negara asing (WNA). Menurut pasal 26 UUD 1945 :
(1) Yang menjadi warga Negara ialah orang-orang
bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan
Undang-undang sebagai warga negara.
(2) Penduduk ialah warga negara Indonesia
dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
(3) Hal-hal mengenai warga Negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.
Menurut pasal 26 ayat (2) UUD
1945 :
(1)
Penduduk adalah warga negara Indonesia dan
orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
(2)
Bukan Penduduk, adalah
orang-orang asing yang tinggal dalam Negara bersifat sementara sesuai dengan visa.
Istilah Kewarganegaraan
(citizenship) memiliki arti keanggotaan yang
menunjuk kan hubungan atau ikatan antara Negara dengan warga negara, atau segala hal yang berhubungan dengan warga negara. Pengertian kewarganegaraan dapat dibedakan dalam arti :
1) Yuridis dan Sosiologis, dan
2) Formil dan Materiil.
Sebelum adanya amandemen UUD 1945 yang hingga saat ini sudah mengalami amandemen keempat, terdapat Pasal 6 ayat (1) dari UUD 1945 yang mengatur mengenai syarat bagi seorang Presiden Republik Indonesia. Bunyi Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 tersebut adalah : "Presiden ialah orang Indonesia asli".
Dalam perubahan ketiga UUD 1945 yang diputuskan dalam Rapat Paripurna MPR RI ketujuh padatanggal 9 November 2001, ada perubahan fundamental mengenai syarat asli orang Indonesia. Pasal 6 ayat (1) dan ayat
(2) UUD 1945 aslinya sudah diganti dengan ketentuan konstitusional baru, yang lengkapnya adalah sebagai berikut :
(1) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
(2)
Syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan Undang-undang.
Dalam perubahan ketiga UUD 1945 syarat orang Indonesia asli bagi calon Presiden RI dihapuskan dan diganti menjadi cukup seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya. Artinya sejak perubahan ketiga UUD 1945 tersebut telah dibuka pintu selebar-lebarnya bagi siapapun yang hendak mencalonkan diri sebagai calon Presiden dan calonWakil Presiden, yang penting sang calon adalah seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya, tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani. Peluang konstitusional tersebut terbuka warga negara berketurunan Cina, Arab, India, dan keturunan bangsa-bangsa lainnya di dunia, serta agama apapun untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
2.
Landasan atau
Peraturan yang Membahas
Tentang Pemimpin Indonesia Mengenai Agama yang Dianut
Departemen
Agama RI menemukan beberapa ayat yang melarang umat Islam untuk memilih
pemimpin Non-Islam. Sebagai Berikut :
Artinya : ”Janganlah orang-orang Mukmin menjadikan
orang-orang Kafir sebagai pemimpin dengan meninggalkan orang-orang Mukmin.
Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah
kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka.
Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada
Allah-lah tempat kembali.” (QS.
Ali’Imran : 28)
Artinya : “Allah tidak
melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tidak memerangimu karena agama, dan tidak pula mengusir kamu dari kampung
halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”
(QS.Al-Mumtahanah : 8)
Dari dua
ayat diatas dapat dikaitkan dengan kasus di Indonesia, seperti adanya pemimpin
non-islam di Indonesia, dapat kita lihat di zaman modern, pemimpin sudah
bersifat kolektif, berdasarkan teori Trias Politika, kekuasaan terbagi menjadi
tiga (pemerintah/ eksekutif, Parlemen/ Legislatif, Kehakiman/ Yudikatif). Jadi
tidak seperti masa Nabi dan sahabatnya, karena sekarang dikontrol oleh
kekuasaan lain, seperti MPR/DPR dan Kehakiman(MA dan Kejaksaan Agung). Jadi
tidak perlu khawatir, jika suatu saat ada pemerintah (ada wakil Gubernur non
Muslim), karena tetap dikontrol oleh Presiden dan Gubernur di atasnya, DPRD,
Pengadilan, Kejaksaan dan KPK, yang semuanya adalah bagian dari Pemimpin
kolektif.
Selain itu, berdasarkan ayat diatas berkaitan
dengan Pada Piagam Jakarta yang pertama disebutkan sila pertama Pancasila
adalah “Ketuhanan dengan berkewajiban menjalankan syari’at islam bagi
pemeluk-pemeluknya.”, dan dalam batang tubuh UUD ada pasal yang berbunyi ”Presiden
ialah orang Indonesia asli yang beragama Islam”, namun kata-kata itu kemudian
dirubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa dan Presiden ialah orang asli yang
beragama islam”, namun kata-kata itu kemudian dirubah menjadi Ketuhanan Yang
Maha Esa dan Presiden ialah orang indonesia asli. Sehingga Para Pendiri
Republik Indonesia sepakat bahwa Indonesia bukan Negara Islam. Ketika UUD
dibahas kembali oleh Konstituante hasil Pemilu 1955, mereka gagal menyusun
Konstitusi baru, sehingga Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden untuk
kembali menjadi UUD 1945. Amandemen UUD yang dilakukan MPR hasil Pemilu 1999
juga tidak mengubah Indonesia menjadi Negara Islam. Negara Indonesia
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mengakui keberadaan agama Islam,
Kristen, Katholik, Hindu dan Budha. Di Mata Negara, Kedudukan semua pemeluk
agama sama dan mempunyai hak yang sama, termasuk hak memilih dan hak dipilih.
Hal ini ditegaskan UUD 1945 Pasal 27 Ayat 1 yang menyatakan”Segala warga negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan.” dan Pasal 28D Ayat 3
yang menyatakan ”Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama
dalam pemerintahan”.
Dari penjelasan tersebut, berdasarkan UUD dan Surah
Ali Imran ayat 28 yang mana memiliki arti “Janganlah orang-orang Mukmin menjadikan orang-orang Kafir sebagai pemimpin
dengan meninggalkan orang-orang Mukmin. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya
lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari
sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri
(siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah-lah tempat kembali”.
Dalam Kitab Tafsir Al-Alusi, Al-Bahrul Muhith dan Ruhul Ma’ani disebutkan
asbabun-nuzul (sebab turunnya) ayat ini adalah berikut ini :
Menurut satu riwayat, ayat ini turun ditujukan kepada Ubadah bin As-Samit.
Ia mempunyai sekutu atau sahabat dari kalangan Yahudi. Ia mau meminta
pertolongan kepada mereka dalam rangka menghadapi musuh, maka turunlah ayat
ini. Riwayat lain menyebutkan ayat ini turun ditujukan kepada orang-orang
munafik, seperti Abdullah bin Ubay dan teman-temannya yang bersekutu dengan
orang-orang Yahudi. Melihat hal itu, Rifa’ah bin Munzir, Abdullah bin Zubair
dan Sa’ad bin Khaisamah berkata kepada orang-orang Anshor itu,”Menjauhlah
kalian dari orang-orang Yahudi itu dan berhati-hatilah! Jangan sampai mereka
melakukan rencana buruk terhadap agama kalian.” Tetapi orang-orang Anshor tetap
pada pendiriannya, mereka tak bergeming, maka turunlah ayat ini.
Sedangkan berdasarkan QS Al-Mumtahanah ayat 8 “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tidak memerangimu karena agama, dan tidak pula mengusir kamu
dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku
adil”
Dari arti ayat ini dapat disimpulkan bahwa hukum dilarangnya mengangkat
orang-orang non islam sebagai pemimpin karena adanya illat(alasan), yaitu
adanya kekhawatiran dampak negatif bagi agama dan umat Islam. Selama pemimpin
Non-Islam tersebut diyakini mendatangkan keburukan atau kemudharatan, maka hukum
memilihnya tidak boleh. Sebaliknya, bila keyakinan adanya bahaya itu tidak ada,
maka hukummnya boleh. Umat islam boleh memilih seorang pemimpin Non-Islam, jika
pejabat tersebut tidak dikhawatirkan akan menghancurkan Islam dan memerangi
umat islam.
Disamping itu, dalam situasi dan kondisi Indonesia yang demokratis, tentu
kekhawtiran seperti itu kurang beralasan, karena kekuasaan Pemerintah Daerah
tidak mutlak dan tidak absolut. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah telah mengatur apa saja yang menjadi tugas dan kewenangan serta
kewajiban Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, serta apa saja yang tidak
boleh dilakukan. Misalnya Pasal 28 Poin (a) menyebutkan, Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah dilarang membuat keputusan yang secara khusus memberikan
keuntungan bagi diri, anggota keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok
politiknya yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, merugikan
kepentingan umum, dan meresahkan sekelompok masyarakat, atau mendiskriminasikan
warga negara dan/atau golongan masyarakat lain; Dalam UUD 1945 tidak ada pasal
dan ayat yang menyebutkan keislaman Negara Indonesia. Berbeda dengan Malaysia,
Pakistan, Mesir, Arab Saudi dan Suriah yang mencantumkan Islam dalam Konstitusi
sebagai agama Negara, sehingga seluruh peraturan perundang-undangan harus
mengacu kepada ajaran Islam.
Dengan
demikian, Negara kita bukan merupakan Negara Islam. Negara Indonesia
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mengakui keberadaan agama Kristen,
Katholik, Hindu dan Budha, selain agama Islam. Di mata Negara, kedudukan semua
pemeluk agama sama dan mempunyai hak yang sama, termasuk hak memilih dan hak
dipilih. Hal ini ditegaskan UUD 1945 Pasal 27 Ayat 1 yang menyatakan “Segala
warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan…” dan Pasal
28D Ayat 3 yang menyatakan “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan
yang sama dalam pemerintahan”.
KESIMPULAN
Berdasarkan
penjelasan diatas, Politik berasal dari Bahasa Yunani Politeia yang berarti polis
dan teia. Yang artinya kesatuan
masyarakat yang berdiri sendiri, yaitu negara dan teia berarti urusan. Sehingga Politik secara umum menyangkut proses
penentuan tujuan negara dan cara melaksanakannya. Terutama mengenai negara dan
konstitusi negara Indonesia. Negara secara umum adalah suatu
organisasi diantara sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang secara
bersama-sama mendiami suatu wilayah (territorial) tertentu dengan mengakui adanya
suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan sekelompok atau
beberapa kelompok manusia yang ada di wilayahnya.
Konstitusi
diartikan sebagai peraturan yang mengatur suatu negara, baik yang tertulis
maupun tidak tertulis. Konstitusi memuat aturan-aturan pokok yang menopang
berdirinya suatu Negara. Dalam penjelasan
mengenai negara, tentu didalamnya terdapat adanya pemimpin. Yang mana
Pemimpin Indonesia sekarang ini tidak lagi harus keturunan
dari warga negara Indonesia.
Hal ini sudah diatur dalam UUD Pasal 6 ayat (1) dari
UUD 1945 yang berbunyi
“Presiden ialah
orang Indonesia asli”. Namun beberapa
waktu lalu mengalami perubahan ketiga UUD 1945 dibagian syarat
orang Indonesia asli bagi calon Presiden RI dihapuskan dan diganti menjadi seorang warganegara Indonesia
sejak kelahirannya. Begitupun fenomena pemimpin non-islam di Indonesia bahwa
dalam UUD 1945 tidak ada pasal dan ayat yang
menyebutkan keislaman Negara Indonesia. Berbeda dengan Malaysia, Pakistan,
Mesir, Arab Saudi dan Suriah yang mencantumkan Islam dalam Konstitusi sebagai
agama Negara, sehingga seluruh peraturan perundang-undangan harus mengacu
kepada ajaran Islam. Dengan demikian, Negara kita bukan merupakan Negara Islam.
Negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mengakui keberadaan
agama Kristen, Katholik, Hindu dan Budha, selain agama Islam. Di mata Negara,
kedudukan semua pemeluk agama sama dan mempunyai hak yang sama, termasuk hak
memilih dan hak dipilih.
DAFTAR PUSTAKA
Kewarganegaraan,
T. N. (2015). Pendidikan Kewarganegaraan.
Bandung: Alfabeta
http://politik.kompasiana.com/2012/09/12/al-quran-membolehkan-pilihpemimpin-non-muslim-492673.html
Jokowi Presiden 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar