Jumat, 28 April 2017

Apakah Pemimpin di Indonesia harus Pribumi dan Muslim?



Makalah
Pendidikan Kewarganegaraan



Haruskah Presiden Indonesia seorang Pribumi dan Muslim?


Disusun Oleh :
1.      Elfayunisa Dwi A.            (1501050009)
2.      Dewi Rohmawati              (1501050010)
3.      Mauliza Vian Utami          (1501050011)
4.      Teta Fitria                          (1501050012)





Kelas IV A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2017


KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Haruskah Presiden Indonesia seorang Pribumi dan Muslim?”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Dalam penulisan makalah ini, penulis merasa memiliki banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak- pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini.

Purwokerto, Februari 2017


DAFTAR ISI






PENDAHULUAN


1.            Latar Belakang

Saat ini banyak warga Indonesia yang tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia namun memiliki latar belakang sebagai keturunan warga Negara asing, seperti warga Negara Indonesia yang berketurunan Cina atau Tionghoa misalnya, banyak dari mereka yang ingin mencalonkan diri sebagai pemimpin Indonesia. Fenomena tersebut akhir-akhir ini banyak diperbincangkan oleh warga Negara Indonesia sendiri. Lalu, timbul pertanyaan seperti, “Apakah seorang pemimpin Negara Indonesia adalah mereka yang harus berasal dari keturunan Indonesia dan tidak boleh mereka yang memiliki latar belakang keturunan asing?” Sebagai contoh, Orang Cina yang tinggal di Indonesia ingin mencalonkan diri sebagai Presiden Republik Indonesia, namun karena terdapat permasalahan dengan kewarganegaraannya, maka orang tersebut tidak dapat mencalonkan diri sebagai Presiden RI. Bagaimana pendapat anda akan hal tersebut?
Disisi lain, terdapat permasalahan yang masih berotientasi pada pemimpin Negara Indonesia, seperti masalah yang diawali dengan pertanyaan “Apakah pemimpin negara Indonesia harus mereka yang beragama Islam?” pertanyaan tersebut timbul karena seperti yang kita ketahui, bahwa sebagian penduduk Indonesia adalah kaum muslim. Hal tersebut juga banyak diperbincangkan dengan alasan adanya kandungan isi Al-Quran yang mengatakan bahwa kaum muslim harus dipimpin oleh seorang muslim. Bagaimana pendapat anda akan kedua permasalahan yang sedang hangat diperbincangkan itu?
Undang-undang Dasar 1945 telah memiliki jawaban untuk mengatasi permasalahan tersebut, meskipun telah terjadi perubahan pada beberapa pasal yang menjelaskan syarat menjadi seorang pemimpin di Indonesia. Perubahan terjadi juga pada sila pertama Pancasila yang terdapat pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Pada Piagam Jakarta yang pertama disebutkan sila pertama Pancasila adalah “Ketuhanan dengan berkewajiban menjalankan syari’at islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Dengan adanya sila pertama yang menyebut “Islam” menjadi pertentangan bagi warga negara Indonesia yang nonmuslim. Sedangkan, penduduk Indonesia terdiri dari berbagai suku, ras serta agama, maka terjadi perubahan pada butir sila pertama dari Piagam Jakarta yang kemudian diubah menjadi seperti butir Pancasila saat ini yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa.”

2.            Rumusan Masalah

1.           Apakah seorang pemimpin Indonesia boleh berasal dari keturunan asing? Adakah landasan yang memperbolehkan pemimpin Indonesia berasal dari keturunan asing?
2.           Apakah pemimpin di Indonesia harus beragama Islam? Adakah peraturan yang mengatur hal tersebut?

KAJIAN PUSTAKA


A.                Hakikat Negara

Kata “politik” secara etimologis berasal dari bahasa Yunani Politeia, yang berasal dari kata polis dan teia. Polis berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri, teia berarti urusan. Dalam bahasa Indonesia, politik mempunyai makna umum warga Negara suatu Negara. Politik secara umum menyangkut proses penentuan tujuan Negara dan cara melaksanakannya. Dengan demikian politik membicarakan hal-hal yang berkenaan dengan Negara, kekuasaan, pengambilan keputusn, kebijakan, dan distribusi sumber daya.
1.                  Pengertian Negara
a)                  Secara etimologi, kata Negara berasal dari kata staat (Belanda dan Jerman), state (Inggris), etat (Perancis), Status atau statuum (Latin) yang mempunyai arti “meletakan dalam keadaan berdiri.”
b)                  Menurut pendapat para ahli
(1)   Tukiran (dalam George Jellinek, 2015: 88) Negara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah berkediaman di wilayah tertentu.
(2)   Tukiran (dalam R. Djokosoetono, 2015:88) Negara adalah organisasi manusia yang berada di bawahsuatupemerintahan yang sama (Maka dapat disimpulkan, Negara adalah suatu organisasi dari sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang secara bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu dan mengakui adanya suatu perintah yang harus dipatuhi.



2.                  Sifat-sifat Negara
            Negara Indonesia memiliki 3 sifat yaitu sifat memaksa, sifat monopoli, dan sifat mencakup semua. Sifat memaksa artinya semua peraturan perundangan diharapkan akan ditaati sehingga keamanan dan ketertiban suatu Negara akan tercapai. Sifat monopoli artinya Negara berhak menentukan tujuan bersama masyarakat, menentukan yang baik dan bertentangan dengan tujuan Negara dan masyarakat. Sifat mencakup semua artinya semua peraturan perundangan yang berlaku adalah untuk semua orang, semua warga Negara, tanpa kecuali.

3.                  Unsur-unsur Pembentuk Negara
            Suatu Negara harus memiliki empat unsur. Unsur pertama yaitu rakyat, rakyat adalah semua orang yang secara nyata berada di suatu wilayah di suatu negara yang tunduk dan patuh terhadap peraturan Negara tersebut. Rakyat suatu Negara dapat dibedakan atas penduduk dan bukan penduduk.  Penduduk adalah orang-orang yang berdomisili secara tetap dalam wilayah suatu Negara untuk jangka waktu yang lama. Bukan penduduk adalah mereka yang berada dalam wilayah suatu Negara tidak untuk menetap, tetapi hanya untuk sementara waktu. Unsur keduaya itu wilayah, wilayah suatu Negara biasanya terdiri atas wilayah daratan, lautan, udara, eksteritorial. Wilayah daratan biasanya ditentukan melalui perjanjian antar Negara baik secara bilateral maupun multirateral. Wilayah lautan berdasarkan Konvensi Hukum Laut III terdiri atas laut teritorial, zona bersebelahan, zona ekonomi eksklusif, landas kontinen, dan landas benua. Wilayah udara di Indonesia diatur dalam UU No. 20 tahun 1982, berdasarkan UU tersebut batas wilayah kedaulatan dirgantara yang termasuk Orbit Geostasioner adalah setinggi 35.761 km.  Tetapi klaim seperti ini bertentangan dengan 3 teori, teori yang pertama yaitu teori keamanan yang menyatakan batas wilayah udara suatu Negara hanyas ampai batas yang diperlukan untuk menjaga keamanan Negara itu, teori yang kedua adalah teori penguasaan cooper yang menyatakan bahwa kedaulatan Negara ditentukan oleh kemampuan negara yang bersangkutan untuk mengawasi wilayah udara yang ada diatas wilayahnya secara fisik maupun ilmiah, teori yang ketiga adalah teori udara schacter yang menyatakan bahwa wilayah udara harus sampai ketinggian dimana udara masih mampu menerbangkan balon udara dan pesawat udara. Wilayah eksterritorial adalah wilayah suatu negara yang berada di luar wilayah Negara itu. Unsur yang ketiga adalah pemerintah yang berdaulat, pemerintah yang berdaulat mengandung dua makna yaitu berdaulat kedalam yang artinya memiliki kewenangan dalam mengatur organisasi Negara sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, dan makna kedua yaitu berdaulat keluar artinya pemerintah berkuasa penuh, bebas, tidak terikat, dan tidak tunduk pada kekuatan lain. Unsur yang keempat adalah pengakuan dari negara lain, pengakuan dari negara lain terbagi menjadi dua yaitu pengakuan de facto, dan pengakuan de jure. Pengakuan de factoa dalah pengakuan yang berdasarkan tentang kenyataan yang ada atau fakta nyata tentang berdirinya suatu negara. Pengakuan de jure adalah pengakuan berdasarkan pernyataan resmi menurut hokum internasional.

4.                  Asal Mula Terjadinya Negara
Sejarah terbentuknya negara dimulai dari asal usul dan juga berbagai teori-teori terbentuknya negara dari berbagai pendapat ahli. Setiap negara mengalami pengalaman yang berbeda dari terjadinya hingga diakui oleh negara lain. Ada beberapa cara untuk mengetahui asal mula terjadinya suatu negara yang terbagi menjadi tiga. Pertama, Asal mula terjadinya negara yang secara faktual adalah cara mengetahui asal mula terjadinya negara berdasarkan dari fakta nyata yang diketahui menurut sejarah lahirnya suatu negara. Dalam terjadinya suatu negara digolongkan dalam berbagai istilah antara lain Occupatie (pendudukan) adalah suatu daerah atau wilayah yang tidak bertuan dan belum dikuasai oleh suku atau kelompok tertentu. Contohnya liberia diduduki oleh budak-budak Negro dan dimerdekakan pada tahun 1947. Cessie (penyerahan) adalah suatu wilayah diserahkan pada negara lain berdasarkan atas suatu perjanjian tertentu. Contohnya Wilayah Sleeswijk diserahkan oleh Austria pada Prusia (jerman) karena adanya perjanjian atas negara yang kala dalam perang harus memberikan negara yang dikuasainya pada negara yang menang. Austria adalah salah satu negara yang kalah dalam Perang Dunia I.  Accesie (penaikan) adalah suatu wilayah akibat penaikan lumpur sungai atau timbul dari dasar laut(delta), wilayah yang dihuni oleh sekelompok orang sehingga terbentuklah sebuah negara. Contohnya pada wilayah negara Mesi yang terbentuk dari del Sungai Nil. Fusi (peleburan), beberapa negara mengadakan peleburan dan membentuk satu negara baru. Contohnya pada bersatunya Jerman Barat dan Jerman Timur pada tahun 1990. Proklamasi adalah penduduk pribumi dari suatu wilayah yang diduduki oleh bangsa lain dengan mengadakan suatu perjuangan(perlawanan) sehingga berhasil dalam merebut wilayahnya kembali dan menyatakan kemerdekaanya. Kemerdekaan Negara RI pada 17 Agustus 1945 dari penjajahan Jepang dinyatakan dengan proklamasi. Innovatioan (pembentukan baru) adalah munculnya suatu negara baru diatas wilayah suatu negara yang pecah dan lenyap karena atas suatu hal. Contohnya pada lenyapnya negara Uni Soviet. Di wilayah negara tersebut muncul suatu negara baru misalnya Chechnya, Uzbekistan, dan Rusia. Anexatie (pencaplokan/penguasaan) adalah suatu negara dapat berdiri di suatu wilayah yang dikuasai (dicaplok) oleh bangsa lain tanpa reaksi berarti. Negara Israel terbentuk dengan mencaplok daerah Palestina, Mesir, Suriah dan Yordania. 
Kedua, Asal mula terjadinya negara secara teoritis adalah cara dalam mengetahui asal mula terjadinya negara menurut/berdasarkan kajian teoritis yang dikenal dengan teori terbentuknya negara. Teori-Teori Terbentuknya Negara antara lain seperti Teori Ketuhanan, adalah teori yang didasarkan pada kepercayaan dari segala sesuatu terjadi atas kehendak Tuhan. Negara dengan sendirinya juga terjadi atas kehendak Tuhan. Teori ini mendapat dukungan dari tokoh Kranenburg, Thomas Auinas, dan Agustinus. Teori Kekuasaan, adalah teori terbentuk negara yang berdasar dalam dasar kekuasaan dimana kekuasaan adalah ciptaan orang yag paling kuat dan berkuasa. Teori mendapat dukungan dari Karl Marx, Leon Duguit, dan Harold J. Laski. Teori Perjanjian Masyarakat (Kontrak Sosial), adalah teori yang didasarkan karena adanya perjanjian masyarakat. Semua negara mengikat diri dalam suatu perjanjian bersama untuk mendirikan suatu organisasi yang bisa melindungi dan menjamin kelangsungan hidup bersama. Teori ini juga didukung oleh Monstequieu, Thomas Hobbes, John Locke, J.J.Rousseau. Teori Hukum Alam, adalah teori yang didasarkan pada hukum alam bukan buatan negara, melainkan kekuasaan alam yang berlaku dalam setiap waktu dan tempat, serta bersifat universal dan tidak berubah. 
Ketiga, Asal Mula Terjadinya Negara Berdasarkan Proses Pertumbuhan adalah cara dalam mengetahui tahap-tahap perkembangan negara, mulai dari asal mula terjadinya, proses pertumbuhannya, hingga mencapai bentuk yang kita kenal sekarang. Berdasarkan cara ini, asal mula terjadinya negara dapat dibedakan dalam dua proses antara lain Secara primer adalah terjadinya negara dimulai dari masyarakat hukum yang paling sederhana yang kemudian berevolusi ke tingkat yang lebih maju Tahap-tahap pertumbuhannya meliputi tumbuhnya suku/persekutuan masyarakat, munculnya kerajaan, negara nasional dan negara demokrasi. Secara sekunder adalah terjadi dimana telah ada sebelumnya namun karena adanya revolusi, intervensi, dan penaklukan, timbullah negara yang menggantikan negara yang telah ada tersebut. Karena revolusi di Uni Soviet. Cheechnya, dan Uzbekistan menjadi sebuah negara yang merdeka. Indonesia merdeka dari Jepang setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

5.                  Tujuan dan Fungsi Negara
Dalam tujuan negara, terdapat beberapa teori tentang tujuan negara yaitu terbagi menjadi Teori Kekuasaan, Teori Perdamaian dunia dan Teori Jaminan Hak dan Kebebasan. Teori Kekuasaan, tujuan negara menurut Shang Yang adalah memperoleh kekuasaan yang sebesar-besarnya dengan cara menjadikan rakyatnya miskin, lemah, dan bodoh. Sementara Machiavelli mengatakan bahwa tujuan negara adalah kekuasaan yang digunakan untuk mencapai kebesaran dan kehormatan negara. Untuk mencapai tujuan tersebut seorang pemimpin dibenarkan bertindak kejam dan licik.
Teori Perdamaian Dunia, tujuan negara menurut Dante  Allegieri adalah untuk menciptakan perdamaian dunia, yang dapat dicapai apabila seluruh negara berada dalam satu kerajaan dunia (imperium) dengan undang-undang yang seragam bagi semua negara.
Teori Jaminan Hak dan Kebebasan, tujuan negara menurut Immanuel Kant dan Kranenburg. Keduanya menganjurkan agar hak dan kebebasan warga negara terjamin, di dalam negara harus dibentuk peraturan atau undang-undang. Keduanya memiliki perbedaan, dimana menurut Immanuel Kant perlunya dibentuk negara hukum klasik (negara sebagai penjaga malam), sedangkan Kranenberg menghendaki dibentuknya negara hukum modern (welfare state). Selanjutnya, Tujuan negara menurut John Locke adalah untuk memelihara dan menjamin terlaksananya hak-hak asasi manusia.yang tertuang dalam perjanjian masyarakat. tiap-tiap manusia menyerahkan hak-hak alamiahnya pada masyarakat, tetapi tidak semua, hanya yang tidak diserahkan adalah hak-hak asasi tersebut.
Secara umum fungsi negara adalah melaksanakan penertiban, mengusahakan kesejahteraan, pertahanan, menegakkan keadilan. Sedangkan berdasarkan para ahli seperti :
a.       Menurut G.A. Jacobsen dan M.H.Lipman, ada 3 fungsi negara yaitu fungsi esensial yaitu fungsi yang diperlukan demi kelanjutan negara, fungsi jasa yaitu aktivitas yang mungkin tidak akan ada apabila tidak diselenggarakan oleh negara seperti pemeliharaan fakir miskin, pembangunan jalan, jembatan dll. Fungsi perniagaan, fungsi ini untuk memperoleh keuntungan, contohnya seperti fungsi jaminan sosial, pencegahan pengangguranm penyelenggaran pos, telpon dll.
b.      Selanjutnya fungsi negara menurut R.M. Mac Iver dalam bukunya Modern State (1926) dan The Web of Government (1947) yang memiliki fungsi yaitu memelihara ketertiban dalam batas-batas wilayah negara dan konservasi (penyelamatan) dan perkembangan.
c.       Fungsi negara menurut Van Vollenhoven, memiliki fungsi negara yang dikenal catur praja yaitu fungsi meyelenggarakan pemerintahan (bestuur), fungsi mengadili (rechtsprak), fungsi membuat peraturan (regeling), dan fungsi ketertiban dan keamaan (Politie).
d.      Fungsi negara menurut John Locke dibagi menjadi 3 yaitu fungsi legislatif (membuat undang-undang), Eksekutif (membuat peraturan dan mengadili), federatif (mengurus urusan luar negeri, perang dan damai).
e.       Fungsi negara menurut Montesquieu, fungsi negara dibagi menjadi 3 yaitu fungsi legislatif (membuat undang-undang), eksekutif (melaksanakan undang-undang), dan yudikatif (mengawasi dan mengadili agar setiap peraturan ditaati).

B.                 Hakikat Konstitusi

Bagi suatu Negara modern, keberadaan konstitusi mutlak diperlukan. Konstitusi bukan hanya diperlukan untuk membatasi wewenang penguasa (limited government), melainkan lebih dari itu yaitu untuk menjamin hak rakyat, mengatur jalannya pemerintahan, mengatur organisasi Negara, merumuskan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Jika suatu Negara tidak mempunyai konstitusi dapat dipastikan akan terjadi penindasan terhadap hak-hak asas manusia (rakyat) seperti yang terjadi di masa lampau. Oleh karena itu, sejarawan Inggirs yang bernama Lord Acton mengatakan : “Power tend to corrupt, but absolute power corrupt absolutely” yang artinya bahwa kekuasaan itu cenderung disalahgunakan, tetapi kekuasaan yang mutlak (tidak terbatas) pasti disalahgunakan. Untuk mencegah terjadinya kekuasaan yang absolute, maka sangat diperlukan adanya konstitusi.

1.                  Pengertian Konstitusi
Istilah konstitusi secara etimologis berasal dari”constitution”(Inggris), “constitutie” (Belanda), “konstitution” (Jerman) yang berarti undang-undang dasar atau hukum dasar. Sedangkan menurut orang Belanda dan Jerman menggunakan Grondwet(Grond= dasar, wet = undang-undang) dan Grundgesetz (Grund= dasar, gesetz= undang-undang). Dalam perkembangannya, istilah konstitusi mempunyai dua arti yaitu dalam arti luas, yang berarti  keseluruhan dari ketentuan dasar atau hukum dasar (droit constitunelle). Seperti halnya hukum dasar pada umumnya, hukum dasar juga tidak selalu berbentuk dokumen tertulis. Konstitusi dalam arti sempit(terbatas) berarti piagam dasar atau undang-undang dasar(loi constitunelle), yaitu suatu dokumen lengkap mengenai peraturan-peraturan dasar negara.
Menurut L.J Van Apeldorn, pada dasarnya pengertian konstitusi berbeda dengan UUD. Undang-Undang dasar hanyalah bagian tertulis dari konstitusi, sedangkan konstitusi memuat baik hukum dasar yang tertulis maupun tidak tertulis. Menurut Herman Heller, konstitusi mempunyai arti luas daripada UUD. Konstitusi tidak hanya bersifat yuridis tetapi juga sosiologis dan politis.
Menurut K.C. Wheare, konstitusi dibagi dua yaitu: (1) konstitusi yang semata-mata berbicara sebagai naskah hukum, suatu ketentuan yang mengatur”The rule of the constitution”; (2) konstitusi yang bukan hanya mengatur ketentuan-ketentuan hukum, tetapi juga mencantumkan ideologi, aspirasi, dan cita-cita politik,”the statement of idea”, pengakuan kepercayaan, suatu beloofsbelijdenis dari bangsa yang menciptakannya.

2.                  Macam-macam Konstitusi
Menurut K.C Wheare, penggolongan konstitusi fleksibel dan kaku didasarkan sifat atau pada cara mengubah konstitusi tersebut. Konstitusi fleksibel adalah konstitusi yang dapat diubah melalui proses yang sama dengan undang-undang. Konstitusi yang luwes memiliki argumentasi yang cukup kuat”Bahwa untuk dapat bertahan lama, konstitusi itu tidak boleh berlaku keras, kaku, dan rigid. Segala sesuatu yang ada di dunia senantiasa berubah”, tidak ada yang tidak berubah selama-lamanya.
Konstitusi rigid(tegas/kaku) adalah Konstitusi yang perubahannya dilakukan melalui cara-cara atau proses khusus. Dalam hal ini, konstitusi atau undang-undang dasar sulit diubah karena sudah seharusnya konstitusin itu tegas, keras, dan tahan untuk selama-lamanya atau setidaknya untuk kurun waktu yang cukup lama.
Sedangkan menurut C.F Strong, konstitusi terbagi menjadi dua yaitu konstitusi tertulis dan tidak tertulis serta konstitusi yang dituangkan dalam suatu dokumen tertentu dan yang tidak didokumentasikan. Misalnya Kerajaan Inggris sebagai negara yang memiliki konstitusi tidak tertulis dan tak terdokumentasikan, namun kerajaan Inggrispun mempunyai bagvian konstitusi yang tertulism di antaranya Magna Charta(1215), Confirmation of the Carter(1297), The Habeas Corpis Act(1640); Bill of Rights(1689) dan seterusnya.
Dengan demikian penggolongan konstitusi tertulis dan tidak tertulis sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Penggolongan yang lebih tepat adalah konstitusi yang didokumentasikan adalah konstitusi yang dituangkan dalam suatu dokumen tertentu, seperti yang pernah dilakukan para perumus konstitusi di AS dan negara-negara lain. Sedangkan konstitusi tak terdokumentasi adalah suatu konstitusi yang tidak diterangkan dalam suatu dokumen tertentu, seperti konstitusi yang terdapat di Kerajaan Inggris.

3.                  Hubungan Falsafah Negara dengan Konstitusi
Ada beberapa hubungan Falsafah Negara dengan Konstitusi, yang pertama adalah Dasar Filsafat Konstitusi, biasanya bagian awal konstitusi dikemukakan dasar filsafatnya sebuah negara. Hal ini merupakan konsideran bagi pembentukan konstitusi. Dasar negara juga dikeluarkan dalam bentuk deklarasi (pernyataan) tersendiri yang mendahului konstitusi itu. Disamping itu dasar negara juga dapat secara implisit terdapat dalam pembukaan atau mukadimah konstitusi. Dasar-dasar filsafat negara terdapat dalam mukaddimah (pembukaan) UUD 1945 pada alinea keempat, yang pada intinya terdiri atas lima unsur yang lazim yang disebut Pancasila. Bagian inilah yang menggambarkan hubungan antara dasar negara Pancasila dan UUD 1945, karena keduanya suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan sudah melekat pada kelangsungan hidup Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.
Yang kedua adalah Isi Konstitusi, konstitusi ada kalanya dikeluarkan dalam bentuk deklarasi tersendiri yang mendahului konstitusi tersebut atau dapat pula merupakan kesimpulan dalam suatu mukaddimah atau pembukaan(prembule) konstitusi. Misalnya Konstitusi Amerika Serikat tahun 1787 yang didahului oleh “Declaration of Independence”, Konstitusi Perancis tahun 1791 yang didahului oleh “Declaration des Droits de’l Homme et du Citoyen”(pernyataan hak-hak manusia dan wrga negara tanggal 26 agustus 1789) yang memuat 17 pasal.
Hubungan yang ketiga adalah diktum konstitusi, di dalam diktum konstitusi tepatnya dalam pasal pertama berisi tentang informasi tentang Negara seperti identitas Negara, daerah, bangsa, bahasa,  lagu kebangsaan, dan lambang  Negara,  sifat Negara, bentuk Negara, dan masih banyak lagi. Dan  pada bagian akhir konstitusi biasanya berisi bagaimana cara atau prosedur mengubah konstitusi tersebut. Secara keseluruhan, diktum konstitusi yang terpenting adalah bagaimana perimbangan kedudukan antara yang memerintah dan yang di perintah.
Hubungan yang keempat adalah cara mengubah konstitusi, di Indonesia prosedur perubahan konstitusi diatur dalam pasal 37 UUD 1945 dan Ketetapan MPR No.1/MPR/1983. Tetapi saat ini pasal 37 UUD 1945 sudah mengalami perubahan, yang pada awalnya hanya berisi dua ayat yaitu (1) untuk mengubah UUD sekurang- kurangnya 2/3 dari pada jumlah anggota MPR harus hadir; dan (2) putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir. Namun, sekarang pasal 37 UUD 1945 berisi 5 ayat yaitu :
(1) Usul perubahan pasal- pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam siding Majelis Permu-syawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang- kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat,
(2) Setiap usul perubahan pasal- pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya,
(3)  Untuk mengubah pasal- pasal Undang- Undang Dasar, Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang- kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat,
(4)   Putusan untuk mengubah pasal- pasal Undang- Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang- kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat; dan
(5)   Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.
Poin yang terakhir adalah perbandingan konstitusi antar negara, jika kita membandingkan konstitusi Indonesia dengan Negara seperti konsitusi liberal maka akan ada beberapa perbedaan dan persamaannya.  Perbedaan konstitusi NKRI dengan liberal yaitu konstitusi NKRI menerapkan system pembagian kekuasaan, kekuasaan eksekutif dipegang seorang presiden dibantu satu wakil preseiden dan para menteri, kekuasaan legislatif dipegang oleh DPR dan presiden, kekuasaan yudikatif dipegangoleh MK dan MA, UUD telah diamandemen sebanyak 4 kali, sedangkan konstitusi liberal menerapkan system pemisahan kekuasaan,  kekuasaan eksekutif dipegang seorang presiden selama masa jabatan 4 tahun,  kekuasaan legislatif dipegang oleh Kongres House of Refresentative dan Senat,  kekuasaan yudikatif dipegang oleh MA, telah diamandemen sebanyak 24 kali. Sedangkan,  persamaan dari kedua konstitusi ini yaitu mempunyai kepala Negara seorang presiden,  dan menggunakan system pemerintahan presidensial.

C.                Undang-Undang Dasar 1945 dan Amandemen

Menurut Sri Soemarti, amandemen UUD tidak hanya mengandung arti menambah, mengurangi, atau mengubah kata-kata dan istilah maupun kalimat dalam UUD, juga membuat isi UUD menjadi lain melalui penafsiran. Semesntara itu Bagir Manam amandemen UUD itu dengan cara menambah, merinci, dan menyusun ketentuan yang lebih tugas. Dengan demikian amandemen UUD mengandung arti menambah, mengurangi, mengubah baik redaksi maupun isinya, baik sebagian ataupun seluruhnya.
UUD 1945 telah mengalami empat kali perubahan yaitu perubahan pertama pada SU MPR tanggal 12-19 Oktober 1999. Perubahan kedua pada Sidang Tahunan MPR yang ditetapkan tanggal 18 Agustus 2000. Perubahan ketiga dilakukan pada ST-MPR tanggal 9 November 2001, sedangkan perubahan keempat dilaksanakan pada ST-MPR tanggal10 Agustus 2002. Tentu saja dengan hasil amandemen tersebut terjadilan perubahan baik dari segi redaksi, kontennya, maupun maknanya. Perubahan itu juga berupa ada pengurangan, ada penghapusan, ada penambahan, dan ada yang baru.

PEMBAHASAN


1.                  Landasan yang Memperbolehkan Pemimpin Indonesia berasal dari keturunan Asing
Warga Negara adalah penduduk sebuah Negara atau bangsa berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan sebagainya, yang mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai warga Negara itu. Memiliki domisili atau tempat tinggal tetap di suatu wilayah negara, yang dapat dibedakan menjadi warga Negara asli dan warga Negara asing (WNA). Menurut pasal 26 UUD 1945 :
(1) Yang menjadi warga Negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-undang sebagai warga negara.
(2)  Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
(3)  Hal-hal mengenai warga Negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.
Menurut pasal 26 ayat (2) UUD 1945 :
(1)      Penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
(2)      Bukan Penduduk, adalah orang-orang asing yang tinggal dalam Negara bersifat sementara sesuai dengan visa.
Istilah Kewarganegaraan (citizenship) memiliki arti keanggotaan yang menunjuk kan hubungan atau ikatan antara Negara dengan warga negara, atau segala hal yang berhubungan dengan warga negara. Pengertian kewarganegaraan dapat dibedakan dalam arti  :
 1) Yuridis dan Sosiologis, dan
 2) Formil dan Materiil.
Sebelum adanya amandemen UUD 1945 yang hingga saat ini sudah mengalami amandemen keempat, terdapat Pasal 6 ayat (1) dari UUD 1945 yang mengatur mengenai syarat bagi seorang Presiden Republik Indonesia. Bunyi Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 tersebut adalah : "Presiden ialah orang Indonesia asli".
Dalam perubahan ketiga UUD 1945 yang diputuskan dalam Rapat Paripurna MPR RI ketujuh padatanggal 9 November 2001, ada perubahan fundamental mengenai syarat asli orang Indonesia. Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 aslinya sudah diganti dengan ketentuan konstitusional baru, yang lengkapnya adalah sebagai berikut :
(1) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
(2) Syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan Undang-undang.
Dalam perubahan ketiga UUD 1945 syarat orang Indonesia asli bagi calon Presiden RI dihapuskan dan diganti menjadi cukup seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya. Artinya sejak perubahan ketiga UUD 1945 tersebut telah dibuka pintu selebar-lebarnya bagi siapapun yang hendak mencalonkan diri sebagai calon Presiden dan calonWakil Presiden, yang penting sang calon adalah seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya, tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta  mampu secara rohani dan jasmani. Peluang konstitusional tersebut terbuka warga negara berketurunan Cina, Arab, India, dan keturunan bangsa-bangsa lainnya di dunia, serta agama apapun untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.



2.                  Landasan atau Peraturan yang Membahas Tentang Pemimpin Indonesia Mengenai Agama yang Dianut
Departemen Agama RI menemukan beberapa ayat yang melarang umat Islam untuk memilih pemimpin Non-Islam. Sebagai Berikut :
Artinya : Janganlah orang-orang Mukmin menjadikan orang-orang Kafir sebagai pemimpin dengan meninggalkan orang-orang Mukmin. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah-lah tempat kembali. (QS. Ali’Imran : 28)
Artinya : Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama, dan tidak pula mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (QS.Al-Mumtahanah : 8)
Dari dua ayat diatas dapat dikaitkan dengan kasus di Indonesia, seperti adanya pemimpin non-islam di Indonesia, dapat kita lihat di zaman modern, pemimpin sudah bersifat kolektif, berdasarkan teori Trias Politika, kekuasaan terbagi menjadi tiga (pemerintah/ eksekutif, Parlemen/ Legislatif, Kehakiman/ Yudikatif). Jadi tidak seperti masa Nabi dan sahabatnya, karena sekarang dikontrol oleh kekuasaan lain, seperti MPR/DPR dan Kehakiman(MA dan Kejaksaan Agung). Jadi tidak perlu khawatir, jika suatu saat ada pemerintah (ada wakil Gubernur non Muslim), karena tetap dikontrol oleh Presiden dan Gubernur di atasnya, DPRD, Pengadilan, Kejaksaan dan KPK, yang semuanya adalah bagian dari Pemimpin kolektif.
Selain itu, berdasarkan ayat diatas berkaitan dengan Pada Piagam Jakarta yang pertama disebutkan sila pertama Pancasila adalah “Ketuhanan dengan berkewajiban menjalankan syari’at islam bagi pemeluk-pemeluknya.”, dan dalam batang tubuh UUD ada pasal yang berbunyi ”Presiden ialah orang Indonesia asli yang beragama Islam”, namun kata-kata itu kemudian dirubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa dan Presiden ialah orang asli yang beragama islam”, namun kata-kata itu kemudian dirubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa dan Presiden ialah orang indonesia asli. Sehingga Para Pendiri Republik Indonesia sepakat bahwa Indonesia bukan Negara Islam. Ketika UUD dibahas kembali oleh Konstituante hasil Pemilu 1955, mereka gagal menyusun Konstitusi baru, sehingga Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden untuk kembali menjadi UUD 1945. Amandemen UUD yang dilakukan MPR hasil Pemilu 1999 juga tidak mengubah Indonesia menjadi Negara Islam. Negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mengakui keberadaan agama Islam, Kristen, Katholik, Hindu dan Budha. Di Mata Negara, Kedudukan semua pemeluk agama sama dan mempunyai hak yang sama, termasuk hak memilih dan hak dipilih. Hal ini ditegaskan UUD 1945 Pasal 27 Ayat 1 yang menyatakan”Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan.” dan Pasal 28D Ayat 3 yang menyatakan ”Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”.
Dari penjelasan tersebut, berdasarkan UUD dan Surah Ali Imran ayat 28 yang mana memiliki arti “Janganlah orang-orang Mukmin menjadikan orang-orang Kafir sebagai pemimpin dengan meninggalkan orang-orang Mukmin. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah-lah tempat kembali”.
Dalam Kitab Tafsir Al-Alusi, Al-Bahrul Muhith dan Ruhul Ma’ani disebutkan asbabun-nuzul (sebab turunnya) ayat ini adalah berikut ini :
Menurut satu riwayat, ayat ini turun ditujukan kepada Ubadah bin As-Samit. Ia mempunyai sekutu atau sahabat dari kalangan Yahudi. Ia mau meminta pertolongan kepada mereka dalam rangka menghadapi musuh, maka turunlah ayat ini. Riwayat lain menyebutkan ayat ini turun ditujukan kepada orang-orang munafik, seperti Abdullah bin Ubay dan teman-temannya yang bersekutu dengan orang-orang Yahudi. Melihat hal itu, Rifa’ah bin Munzir, Abdullah bin Zubair dan Sa’ad bin Khaisamah berkata kepada orang-orang Anshor itu,”Menjauhlah kalian dari orang-orang Yahudi itu dan berhati-hatilah! Jangan sampai mereka melakukan rencana buruk terhadap agama kalian.” Tetapi orang-orang Anshor tetap pada pendiriannya, mereka tak bergeming, maka turunlah ayat ini.
Sedangkan berdasarkan QS Al-Mumtahanah ayat 8 “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama, dan tidak pula mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil
Dari arti ayat ini dapat disimpulkan bahwa hukum dilarangnya mengangkat orang-orang non islam sebagai pemimpin karena adanya illat(alasan), yaitu adanya kekhawatiran dampak negatif bagi agama dan umat Islam. Selama pemimpin Non-Islam tersebut diyakini mendatangkan keburukan atau kemudharatan, maka hukum memilihnya tidak boleh. Sebaliknya, bila keyakinan adanya bahaya itu tidak ada, maka hukummnya boleh. Umat islam boleh memilih seorang pemimpin Non-Islam, jika pejabat tersebut tidak dikhawatirkan akan menghancurkan Islam dan memerangi umat islam.
Disamping itu, dalam situasi dan kondisi Indonesia yang demokratis, tentu kekhawtiran seperti itu kurang beralasan, karena kekuasaan Pemerintah Daerah tidak mutlak dan tidak absolut. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah mengatur apa saja yang menjadi tugas dan kewenangan serta kewajiban Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, serta apa saja yang tidak boleh dilakukan. Misalnya Pasal 28 Poin (a) menyebutkan, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilarang membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi diri, anggota keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, merugikan kepentingan umum, dan meresahkan sekelompok masyarakat, atau mendiskriminasikan warga negara dan/atau golongan masyarakat lain; Dalam UUD 1945 tidak ada pasal dan ayat yang menyebutkan keislaman Negara Indonesia. Berbeda dengan Malaysia, Pakistan, Mesir, Arab Saudi dan Suriah yang mencantumkan Islam dalam Konstitusi sebagai agama Negara, sehingga seluruh peraturan perundang-undangan harus mengacu kepada ajaran Islam.
Dengan demikian, Negara kita bukan merupakan Negara Islam. Negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mengakui keberadaan agama Kristen, Katholik, Hindu dan Budha, selain agama Islam. Di mata Negara, kedudukan semua pemeluk agama sama dan mempunyai hak yang sama, termasuk hak memilih dan hak dipilih. Hal ini ditegaskan UUD 1945 Pasal 27 Ayat 1 yang menyatakan “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan…” dan Pasal 28D Ayat 3 yang menyatakan “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”.






KESIMPULAN


Berdasarkan penjelasan diatas, Politik berasal dari Bahasa Yunani Politeia yang berarti polis dan teia. Yang artinya kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri, yaitu negara dan teia berarti urusan. Sehingga Politik secara umum menyangkut proses penentuan tujuan negara dan cara melaksanakannya. Terutama mengenai negara dan konstitusi negara Indonesia. Negara secara umum adalah suatu organisasi diantara sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang secara bersama-sama mendiami suatu wilayah (territorial) tertentu dengan mengakui adanya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang ada di wilayahnya.
Konstitusi diartikan sebagai peraturan yang mengatur suatu negara, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Konstitusi memuat aturan-aturan pokok yang menopang berdirinya suatu Negara. Dalam penjelasan mengenai negara, tentu didalamnya terdapat adanya pemimpin. Yang mana Pemimpin Indonesia sekarang ini tidak lagi harus keturunan dari warga negara Indonesia. Hal ini sudah diatur dalam UUD Pasal 6 ayat (1) dari UUD 1945 yang  berbunyi “Presiden ialah orang Indonesia asli”. Namun beberapa waktu lalu mengalami perubahan ketiga UUD 1945 dibagian syarat orang Indonesia asli bagi calon Presiden RI dihapuskan dan diganti menjadi seorang warganegara Indonesia sejak kelahirannya. Begitupun fenomena pemimpin non-islam di Indonesia bahwa dalam UUD 1945 tidak ada pasal dan ayat yang menyebutkan keislaman Negara Indonesia. Berbeda dengan Malaysia, Pakistan, Mesir, Arab Saudi dan Suriah yang mencantumkan Islam dalam Konstitusi sebagai agama Negara, sehingga seluruh peraturan perundang-undangan harus mengacu kepada ajaran Islam. Dengan demikian, Negara kita bukan merupakan Negara Islam. Negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mengakui keberadaan agama Kristen, Katholik, Hindu dan Budha, selain agama Islam. Di mata Negara, kedudukan semua pemeluk agama sama dan mempunyai hak yang sama, termasuk hak memilih dan hak dipilih.


DAFTAR PUSTAKA


Kewarganegaraan, T. N. (2015). Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Alfabeta

http://politik.kompasiana.com/2012/09/12/al-quran-membolehkan-pilihpemimpin-non-muslim-492673.html Jokowi Presiden 2014 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar